Keutamaan Memberi Makanan Berbuka kepada Orang-orang yang Berpuasa

Sabtu, 30 April 2011

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِماً كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ (رَوَاهُ التِّرمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صحيح)
“Barangsiapa yang memberi makanan berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun.” (HR. At Tirmidzi, beliau berkata, “Hadits Hasan Shahih”)
Termasuk nikmat dari Allah subhanahu wata’ala atas hamba-hamba-Nya, Allah mensyariatkan tolong-menolong di atas kebaikan dan ketakwaan. Dan termasuk tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan ini adalah memberi makanan berbuka bagi orang yang sedang berpuasa, karena orang yang berpuasa diperintahkan untuk berbuka dan menyegerakan buka puasanya. Apabila dia ditolong dalam perkara ini, maka ini termasuk nikmat dari Allah ‘azza wajalla. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِماً كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ
“Barangsiapa yang memberi buka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun.”
Para ulama berselisih pendapat tentang makna “Barangsiapa yang memberi buka bagi orang yang berpuasa”. Dikatakan bahwa yang diinginkan dengan memberi makanan berbuka di sini adalah memberikan hal minimal yang bisa membatalkan puasa seorang yang berpuasa, walaupun itu hanya sebutir kurma.
Dan sebagian ulama berkata bahwa yang diinginkan di sini adalah memberikan makanan pembuka yang mengenyangkan, karena inilah perkara yang memberikan manfaat bagi orang yang berpuasa sepanjang malam, dan terkadang cukup baginya sampai sahur.
Akan tetapi yang zhahir dari hadits ini adalah manusia apabila memberikan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa walau dengan sebutir kurma, maka dia akan mendapatkan pahala semisal pahala orang yang berpuasa tersebut.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi manusia untuk bersemangat memberikan makanan berbuka bagi orang-orang yang berpuasa dengan kadar semampunya, terlebih lagi bersamaan dengan butuh dan fakirnya orang yang berpuasa tersebut, atau butuhnya mereka karena mereka tidak menemukan orang yang menyediakan makanan berbuka bagi mereka, atau keadaan lain yang menyerupai ini.(*)
Wassalam

Hadits berkaitan dengan Kiamat dan Hisab

1. Seorang Arab Badui bertanya, "Kapankah tibanya kiamat?" Nabi Saw lalu menjawab, "Apabila amanah diabaikan maka tunggulah kiamat." Orang itu bertanya lagi, "Bagaimana hilangnya amanat itu, ya Rasulullah?" Nabi Saw menjawab, "Apabila perkara (urusan) diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat." (HR. Bukhari)
 
2. Mendekati kiamat akan terjadi fitnah-fitnah seolah-olah kepingan-kepingan malam yang gelap-gulita. Seorang yang pagi hari beriman maka pada sore harinya menjadi kafir, dan orang yang pada sore harinya beriman maka pada pagi harinya menjadi kafir, dia menjual agamanya dengan (imbalan) harta-benda dunia. (HR. Abu Dawud)

3. Belum terjadi kiamat sehingga orang-orang dari umatku kembali menyembah berhala-berhala selain Allah. (HR. Abu Dawud)

4. Belum terjadi kiamat sebelum seorang yang melewati kuburan berkata, "Alangkah baiknya sekiranya aku di tempat orang ini." (Maksudnya, dia ingin mati dan tidak ingin hidup karena beban berat yang selalu dihadapinya). (HR Bukhari)

5. Belum akan terjadi kiamat sehingga anak selalu menjengkelkan kedua orang tuanya, banjir di musim kemarau, kaum penjahat melimpah, orang-orang terhormat (mulia) menjadi langka, anak-anak muda berani menentang orang tua serta orang jahat dan hina berani melawan yang terhormat dan mulia. (HR. Asysyihaab).

6. Belum akan kiamat sehingga tidak ada lagi di muka bumi orang yang menyebut : "Allah, Allah." (HR. Muslim)

7. Belum akan datang kiamat sehingga seorang membunuh tetangganya, saudaranya dan ayahnya. (HR. Bukhari)

8. Belum akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba membangun dan memperindah masjid-masjid. (HR. Abu Dawud)
 
9. Di antara tanda-tanda kiamat ialah ilmu terangkat, kebodohan menjadi dominan, arak menjadi minuman biasa, zina dilakukan terang-terangan, wanita berlipat banyak, dan laki-laki berkurang sehingga lima puluh orang wanita berbanding seorang pria. (HR. Bukhari)

10. Belum akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba dengan bangunan-bangunan yang megah. (HR. Bukhari)
 
11. Belum akan tiba kiamat sehingga merajalela 'Alharju'. Para sahabat lalu bertanya, "Apa itu 'Alharju', ya Rasulullah?" Lalu beliau menjawab,"Pembunuhan... pembunuhan..." (HR. Ahmad)

12. Belum akan tiba kiamat melainkan matahari akan terbit dari Barat. Jika terbit dari Barat maka seluruh umat manusia akan beriman. Pada saat itu tidak bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
 
13. Belum akan tiba kiamat sehingga harta banyak dan melimpah, dan orang ke luar membawa zakat hartanya tetapi tidak ada yang mau menerimanya, dan negeri-negeri Arab kembali menjadi rerumputan hijau dengan sungai-sungai mengalir. (HR. Muslim)
 
14. Tibanya kiamat atas makhluk-makhluk yang jahat. (HR. Muslim)

Penjelasan:
Artinya : Saat kiamat tiba, tidak ada lagi orang yang beriman. Jadi yang ditimpa azab kiamat ialah orang-orang yang jahat.
 
15. Saat akan tiba kiamat, jaman saling mendekat. Satu tahun seperti sebulan, sebulan seperti seminggu, seminggu seperti sehari, sehari seperti satu jam dan satu jam seperti menyalakan kayu dengan api. (HR. Tirmidzi)

Penjelasan:
Jika kiamat tiba maka rotasi bumi makin cepat. Kalau rotasi sekarang 1000 mil per jam, maka dapat diperkirakan pada hari kiamat tujuh kali atau dua belas kali bahkan lebih.

16. Demi yang jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya. Tiada tiba kiamat melainkan telah merata dan merajalela dengan terang-terangan segala perbuatan mesum dan keji, pemutusan hubungan kekeluargaan, beretika (berakhlak) buruk dengan tetangga, orang yang jujur (amanat) dituduh berkhianat, dan orang yang khianat diberi amanat (dipercaya). (HR. Al Hakim)
 
17. Belum akan tiba kiamat sehingga kaum muslimin berperang dengan orang-orang Yahudi. Kaum muslimin membunuh mereka dan mereka bersembunyi di balik batu dan pohon-pohonan. Lalu batu dan pohon-pohon berkata, "Wahai kaum muslimin, wahai hamba Allah, ini orang Yahudi di belakang saya. Mari bunuhlah dia." Kecuali pohon "Gharqad" yang tumbuh di Baitil Maqdis. Itu adalah pohon orang-orang Yahudi. (HR. Ahmad)

18. Orang-orang ahli (Laailaaha illallah) tidak akan mengalami kesepian tatkala wafat, saat di kuburan dan ketika dibangkitkan. Seolah-olah aku melihat mereka ketika dibangkitkan (pada tiupan sangkakala yang kedua). Mereka sedang menyingkirkan tanah (pasir) dari kepala mereka seraya berkata, "Alhamdulillah, yang telah menghilangkan duka-cita dari kami." (HR. Abu Ya'la)

19. Kamu akan dibangkitkan pada hari kiamat tanpa sandal, telanjang bulat dan tidak dikhitan. Aisyah bertanya, "Ya Rasulullah, laki-laki dan perempuan saling melihat (aurat) yang lain?" Nabi Saw menjawab, "Pada saat itu segala urusan sangat dahsyat sehingga orang tidak memperhatikan (mengindahkan) hal itu." (Mutafaq'alaih)
 
20. Didatangkan kebaikan-kebaikan (pahala) dan kejahatan-kejahatan (dosa) seorang hamba, lalu saling mengikis dan bila masih tersisa kebaikan (pahala) itu Allah akan melapangkannya untuk masuk surga. (HR. Bukhari)

21. Seorang anak Adam sebelum menggerakkan kakinya pada hari kiamat akan ditanya tentang lima perkara: (1) Tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya; (2) Tentang masa mudanya, apa yang telah dilakukannya; (3) Tentang hartanya, dari sumber mana dia peroleh dan (4) dalam hal apa dia membelanjakannya; (5) dan tentang ilmunya, mana yang dia amalkan. (HR. Ahmad)

22. Amal seseorang tidak dapat menyelamatkannya. Seorang sahabat lantas bertanya tentang sabda tersebut, "Termasuk engkau juga, ya Rasulullah?" Rasulullah lalu menjawab, "Ya, aku juga, kecuali dikarunia Allah dengan rahmat-Nya. Walaupun demikian kamu harus berbuat yang benar (baik)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Penjelasan :
Hanya dengan mengikuti perintah-Nya dan menjauhi Larangan-Nya, rahmat Allah akan didapat oleh seorang hamba.

 
23. Yang pertama diadili antara manusia pada hari kiamat ialah kasus pembunuhan. (HR. Muslim)

CintailahOrangMiskin

"Hai Musa, tahukah kamu betapa besarnya kasih sayangKu padamu?"
 "Engkau lebih penyayang kepadaku ketimbang ibuku."
 "Hai Musa, sesungguhnya ibumu menyayangi kamu karena anugerah kasih-Ku jua. Akulah yang melembutkan hatinya sehingga ia sayang padamu. Akulah yang membaikkan hatinya supaya ia meninggalkan kebaikan tidurnya untuk merawatmu. Sekiranya aku tidak melakukannya, maka akan samalah ibumu dengan perempuan lainnya di dunia."
 "Hai Musa, tahukah kamu bahwa ada seorang hamba di antara hamba-hamba-Ku yang mempunyai dosa dan kesalahan yang begitu banyak sehingga memenuhi sudut-sudut langit. Tetapi aku tak hiraukan dosa-dosanya; semua aku ampuni."
 "Mengapa tidak Kau hiraukan, ya Rabb?"
 "Karena satu hal yang mulia yang Aku cintai dalam dirinya: Ia mencintai fakir miskin. Ia bergaul akrab dengan mereka. Ia menyamakan dirinya seperti mereka. Ia tidak sombong. Jika ada hambaku seperti dia, aku ampuni dia dan aku tidak hiraukan dosa-dosanya." (hadis qudsi)

Usai Ramadhan dan Puasa Syawal

Bulan Ramadhan telah kita lewati, umat Islam seluruh dunia bersuka cita merayakan Idul Fitri seiring ucapan Taqabbala-llahu Minnaa Waminkum, 'Semoga Allah menerima (amaliyah Ramadhan) diriku dan dirimu." Meski jatuhnya hari raya berbeda-beda, namun perbedaan itu tidak mengurangi kemeriahan dan kebahagiaan menyambut hari yang fitri, hari di mana setiap orang bermaaf-maafan untuk kembali menjadi manusia yang bersih dan suci. Wallahualam...
Ada yang gembira dengan usainya bulan Ramadhan. Tapi ada juga yang sedih karena bulan mulia itu telah berlalu, seperti yang selalu dirasakan para sahabat Rasulullah di masa lalu. Sebagian besar dari kita mungkin tidak merasakan kesedihan itu, karena luapan rasa gembira merayakan Idul Fitri yang dinanti, yang oleh sebagian besar masyarakat Muslim diidentikan dengan "pesta" makanan lezat dan "pesta" belanja baju baru, sepatu baru, cat rumah baru dan sebagainnya yang mengarah pada sikap konsumtif. Sehingga kita luput merasakan nikmat bulan penuh berkah, bulan Ramadhan.
Yang kita rasakan mungkin rasa lega, karena setelah Ramadhan lewat, tidak perlu lagi menahan lapar dahaga, tak perlu lagi menahan emosi.
Para sahabat Rasulullah justeru merasa sedih dan cemas ketika Ramadhan usai karena mereka memahami dan menghayati betul apa nilai bulan Ramadhan. Bagi mereka, dengan usainya Ramadhan, maka tak ada lagi hari-hari istimewa yang penuh berkah di mana Allah swt melimpahkan rahmah, ampunan dan pahala berlipat ganda dibandingkan hari biasa. Tak ada lagi nuansa relijius yang pekat untuk lebih mendekatkan diri pada Allah swt. Mereka bersedihkarena belum tentu tahun depan, Allah swt berkenan mempertemukan mereka kembali dengan bulan Ramadhan.
Dengan usainya Ramadhan, para sahabat merasa cemas karena takut amalan-amalan Ramadhan mereka tidak sempurna sehingga mendapatkan penilaian rendah bahkan tidak diterima sama sekali oleh Allah swt. Padahal, belum tentu tahun depan mereka bisa merasakan lagi kemuliaan bulan suci Ramadhan.
Subhanallah, jika melihat orang-orang yang bertaqwa menyikapi berlalunya bulan Ramadhan. Di kelompok manakah kita berada, pernahkah terlintas, meski sedikit, di benak kita rasa sedih menjelang perpisahan dengan bulan Ramadhan dan komitmen apa yang kita buat usai Ramadhan? Jawaban itu tentu ada di hati kita masing-masing.
Bulan Ramadhan adalah bulan penempaan jasmani dan rohani. Idealnya, setelah mengalami penempaan sebulah penuh, kondisi jasmani dan rohani kita jauh lebih baik dari sebelumnya. Yang sulit adalah bagaimana mempertahankan hasil tempaan yang terwujud dalam perilaku dan meningkatnya ketaqwaan pada Allah swt. Oleh sebab itu, Rasulullah menganjurkan umatnya untuk menyempurnakan Ramadhan mereka misalnya dengan berpuasa selama enam hari pascabulan Ramadhan, yang kita kenal dengan puasa syawal.
Sabda Rasulullah yang terkenal menyebutkan, "Barang siapa yang berpuasa selama bulan Ramadhan dan diiringi dengan puasa enam hari di bulan Syawal, hal itu layaknya berpuasa satu tahun lamanya. " (HR Muslim).
Alangkah beruntungnya jika kita benar-benar menghayati makna bulan Ramadhan. Meski Ramadhan bukan satu-satunya gerbang untuk berbuat kebajikan, namun kualitas ibadah Ramadhan kita menjadi penentu bagaimana kehidupan kita di sebelas bulan berikunya, lebih baikkah atau justru lebih buruk.
Begitu besarnya dampak bulan Ramadhan bagi kehidupan kaum Muslimin, sehingga justru ada yang sangat merindukan datangnya bulan Ramadhan dan berharap sepanjang tahun adalah Ramadhan.
Dan di sela-sela takbir dan tahmid menyambut Idul Fitri kemarin, bait-bait puisi Taufik Ismail yang dinyanyikan dalam bentuk lagu oleh Bimbo ikut menggema di relung hati...
Setiap habis Ramadhan, Hamba rindu lagi Ramadhan, Saat - saat padat beribadah Tak terhingga nilai mahalnya
Setiap habis Ramadhan, Hamba cemas kalau tak sampai Umur hamba di tahun depan Berilah hamba kesempatan
Setiap habis Ramadhan, Rindu hamba tak pernah menghilang Mohon tambah umur setahun lagi Berilah hamba kesempatan
Selamat jalan bulan yang suci, semoga Allah SWT berkenan mempertemukan kita kembali di tahun depan. Amiiiin.
Wassalam

Saling Memaafkan

Saling memaafkan adalah satu sikap terpuji dan merupakan akhlaq yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketika Aisyah ditanya tentang akhlaq Rasulullah beliau mengatakan, “Beliau bukanlah orang yang suka mengeluarkan kata-kata kotor, tidak pula suka ikut-ikutan mengucapkan kata-kata kotor. Beliau tidak suka berteriak-teriak di pasar, tidak pula membalas kejelekan dengan kejelekan, akan tetapi beliau suka memaafkan lahir dan batin.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Sesungguhnya, bermaaf-maafan sebaiknya tidak hanya dilakukan menjelang bulan Ramadhan maupun ketika Idul Fitri saja. Saling memaafkan dapat dilakukan kapan saja, terutama bagi kedua belah pihak yang sedang bermusuhan. Mungkin rasa gengsi yang besar masih menyelimuti seseorang untuk meminta maaf ataupun memaafkan. Padahal, memaafkan lebih mulia daripada meminta maaf.

Bila Allah SWT mampu memaafkan hambanya yang berbuat salah dan dosa, mengapa manusia tidak? Saling memaafkan yang diharapkan yaitu memaafkan secara lahir dan batin. Dalam Al Qur’an, memaafkan secara lahir disebut dengan al-‘Afwu. Sedangkan memaafkan secara batin diistilahkan oleh Al Qur’an dengan ash-Shafhu. Secara umum, makna al-‘Afwu dan ash-Shafhu itu berdekatan. Akan tetapi, sebenarnya as-Shafhu itu lebih tinggi daripada al-‘Afwu.

Ash-Shafhu adalah memaafkan kesalahan secara total, seakan-akan tidak pernah ada. Hal ini dapat diartikan dengan memberi maaf dengan ikhlas tanpa mencela orang yang memintanya. Sedangkan al-‘Afwu adalah tidak mencela orang yang berbuat salah secara lahiriah saja. Oleh karena itu Allah SWT berfirman dalam surat Al Hijr ayat 85, “Maka maafkanlah mereka dengan cara yang baik.”

Saling memaafkan dapat menghilangkan rasa dengki dan prasangka. Meski memberi maaf bukanlah hal yang mudah bila seseorang itu telah dizalimi. Oleh karena itu, pentingnya seorang muslim untuk bertawadhu’ agar dapat menahan emosi dan mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidaklah seseorang itu bertawadhu’ karena Allah, kecuali akan Allah tinggikan derajatnya.” (HR. Muslim). Selain itu, dalam riwayat Ahmad, Nabi bersabda, “Tidak ada seorangpun yang didzalimi, lalu dia memaafkannya karena Allah, kecuali Allah akan menolong dan memuliakannya.”

Memaafkan adalah sebuah pintu kelapangan. Memaafkan adalah simbol orang saleh, yang tidak menuntut haknya serta menghapuskan dendam dengan memaafkan kesalahan orang lain. Untuk itu, marilah kita meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan saling memaafkan, dan dengan hati yang bersih tetap menjaga persaudaraan dan tali silaturahmi terhadap sesama.

Kami memohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu, dan amalan yang dapat menghantarkan kepada cinta-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan mencintai pengampunan, maka ampunilah kami.
Semoga sekeluarnya dari Kepompong Ramadhan, kita dan yang melihat kita, kagum menemukan jiwa yang telah berubah menjadi indah, seindah kupu-kupu yang sebelumnya adalah ulat yang menjijikan.

Ya Allah, berilah kami umur panjang, agar kami dapat bertemu dengan RAMADHAN lagi.

Ya Allah, jadikanlah ibadah yang kami kerjakan di dalam bulan Ramadhan  mendapat nilai disisi-Mu. Amiiiinnn.

DOA ORANG TERANIAYA

Suatu pagi seorang laki-laki pergi berburu untuk mendapatkan rezeki yang halal. Namun hingga sore, ia belum mendapat satu pun binatang buruan. Lalu ia berdoa dengan tulus:"Ya Allah, anak-anakku menunggu kelaparan di rumah, berilah aku seekor binatang buruan". setelah doanya ia panjatkan, Allah memberikannya rezeki, jala yang dibawa pemburu itu mengenai seekor ikan yang sangat besar. Ia pun bersyukur kepada Allah. kemudian, beranjaklah ia pulang dengan hati riang.

Di tengah jalan, ia bertemu dengan kelompok orang dengan seorang raja yang hendak berburu. Raja heran dan takjub luar biasa begitu melihat ikan besar yang dibawa pemburu itu. Lalu, ia menyuruh pengawal untuk merampas ikan itu dari sang pemburu.

Tanpa susah payah, raja itupun mendapatkan ikan itu. dengan gembira, ia langsung pulang. Ketika sampai di istana, ia mengeluarkan dan membolak-balik ikan itu sambil tertawa ria. tiba-tiba ikan itu mengigit jarinya. akibatnya, badan sang raja panas dingin, sehingga malam itu sang raja tidak bisa tidur.

dengan rasa cemas, raja itupun memerintahkan agar seluruh dokter dihadirkan untuk mengobati sakitnya. semua dokter menyarankan agar jarinya itu dipotong untuk menghindari tersebarnya racun ke anggota badan lain. Raja pun menyetujui nasihat mereka. Namun setelah jarinya dipotong, ia tetap tidak dapat istirahat karena ternyata racun itu telah menyebar ke bagian tubuh lainnya,

Para dokter pun menyarankan agar pergelangan tangan raja dipotong dan raja pun menyetujuinya. Namun setelah pergelangan tangannya dipotong, tetap saja raja tidak dapat memejamkan matanya, bahkan rasa sakitnya makin bertambah. ia berteriak dan meringis dengan keras karena racun itu telah merasuk dan menyebar ke anggota tubuh lainnya.

Seluruh dokter akhirnya menyarankan agar tangan hingga siku raja dipotong. raja pun menyetujuinya. Setelah tangan hingga sikunya dipotong, sakit jasmaninya kini telah hilang, tetapi diri dan jiwanya tetap belum tenang. Semua dokter akhirnya menyarankan agar raja dibawa ke seorang dokter jiwa (ahli hikmah).

Dibawalah sang raja menemui seorang dokter jiwa. dan diceritakan seluruh kejadian seputar ikan yang ia rampas dari pemburu itu. Mendengar hal itu, ahli hikmah berkata, "Jiwa Tuan tetap tidak akan tenang selamanya sampai pemburu itu memaafkan dosa dan kesalahan yang telah Tuan perbuat."

Kemudian raja itupun mencari pemburu itu.setelah didapatkan, raja menceritakan kejadian yang dialaminya. dan ia memohon agar si pemburu itu memaafkan semua kesalahannya. Si pemburu pun memaafkannya sambil berjabat tangan.

Sang raja penasaran ingin mengetahui apa yang dikatakan si pemburu ketika raja merampas ikannya. "Wahai pemburu apa yang kau katakan ketika aku merampas ikanmu itu?" tanya sang raja.

"Aku hanya mengatakan 'ya Allah sesungguhnya dia telah menampakkan kekuatannya kepadaku, perlihatkanlah kekuatan-Mu kepadanya!" jawab pemburu itu. Sungguh, doa orang teraniaya sangat mustajab, maka berhati-hatilah dalam bertindak. Wallahu 'alam bi shawab.

Berdoa untuk Orang Tua

Sesungguhnya jasa orang tua kita tidak terhitung banyaknya. Ibu kita mengandung selama 9 bulan kemudian melahirkan kita dengan resiko nyawa melayang. Ketika kita masih bayi tak berdaya, mereka beri kita minum dan makanan. Ketika kita buang air, tanpa jijik mereka membersihkan kita dengan penuh cinta. Kita diberi pakaian dan juga pendidikan.
Mereka sabar menghadapi kemarahan kita, rengekan, kenakalan, bahkan mungkin ketika kita masih kecil/balita pernah memukul mereka. Mereka tetap mencintai kita. Jadi jika kita merasa kesal dengan mereka, apalagi jika mereka begitu tua sehingga kelakuannya kembali seperti anak-anak, ingatlah kesabaran mereka dulu ketika menghadapi kita. Bagi yang sudah memiliki anak tentu paham tentang kerewelan anak-anak yang butuh kesabaran yang sangat dari orang tua.
Adakah kita mampu membalasnya? Bahkan seandainya orang tua kita tak berdaya sehingga untuk buang air kita yang membersihkannya, itu tidak akan sama. Orang tua membersihkan kita dengan penuh cinta dan harapan agar kita selamat dan panjang umur. Sementara si anak ketika melakukan hal yang sama mungkin akan merengut dan bertanya kapan “ujian” itu akan berakhir.
Begitulah. Seperti kata pepatah, “Kasih anak sepanjang badan, kasih ibu sepanjang jalan” Tidak bisa dibandingkan.
Oleh karena itu hendaknya kita berbakti pada orang tua kita. Minimal kita mendoakan mereka:
Apabila anak Adam wafat putuslah amalnya kecuali tiga yaitu sodaqoh jariyah, pengajaran dan penyebaran ilmu yang dimanfaatkannya untuk orang lain, dan anak yang mendoakannya. (HR. Muslim)
Jika kita tidak berdoa untuk orang tua kita, maka putuslah rezeki kita:
Apabila seorang meninggalkan do’a bagi kedua orang tuanya maka akan terputus rezekinya. (HR. Ad-Dailami)
Oleh karena itu sebagai anak yang berbakti hendaknya kita senantiasa berdoa untuk ibu bapak kita. Di antara doa-doa untuk orang tua yang tercantum dalam Al Qur’an adalah sebagai berikut:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:
doa4.jpg
Robbirhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo
“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” [Al Israa’:24]
doa1.jpg
Robbanaghfir lii wa lii waalidayya wa lilmu’miniina yawma yaquumul hisaab
“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat).” [Ibrahim:41]
doa5.jpg
Robbighfir lii wa li waalidayya wa li man dakhola baytiya mu’minan wa lilmu’miniina wal mu’minaati wa laa tazidizh zhoolimiina illa tabaaro
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.” [Nuh:28]
doa6.jpg
Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
Mudah-mudahan kita bisa mengambil manfaat dari ilmu yang kita dapat dengan mengamalkannya setiap hari. Amiin.
  Ya Allah, rendahkanlah suaraku bagi mereka,
  Perindahlah ucapanku di depan mereka.
  Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
  Lembutkanlah hatiku untuk mereka.
  Ya Allah, berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya
  atas didikan mereka padaku dan Pahala yang besar
  atas kesayangan yang Mereka limpahkan padaku,
  Peliharalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku

Ya Allah, apa saja gangguan yang telah mereka rasakan
Atau kesusahan yang mereka derita karena aku, atau hilangnya
Sesuatu hak mereka karena perbuatanku,
Jadikanlah itu semua penyebab rontoknya dosa-dosa mereka,
Meningginya kedudukan mereka dan bertambahnya pahala kebaikan mereka
Dengan perkenan-Mu ya Allah.

Ya Allah, seandainya maghfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku,
Izinkanlah mereka memberi syafaat untukku.
Tetapi jika maghfirah-Mu lebih dahulu mencapai diriku,
Maka izinkanlah aku memberi syafa’at untuk mereka.
Sehingga kami semua berkumpul bersama
Ditempat kediaman yang di naungi kemuliaan-Mu, ampunan-Mu serta Rahmat-Mu.

Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Karunia Maha Agung
Serta Anugerah yang tak berakhir
Dan Engkaulah yang Maha Pengasih diantara semua pengasih.

Wassalam

MALAM PERTAMA ORANG BERIMAN DI DALAM KUBUR

Nabi Muhammad saw bersabda dalam sebuah hadits: “Mintalah perlindungan Allah SWT  dari siksa kubur”. Berdasarkan hadits ini, kita bisa mengartikan bahwa sesungguhnya siksaan kubur itu benar-benar ada, dan merupakan rumah pertama (tempat transit), sebelum menuju kehidupan akhirat .
Seorang hamba yang beriman, dalam masa sakaratul maut, ia akan melihat malaikat-malaikan putih turun dari langit, wajahnya cemerlang turun sambil membawa kafan putih dari surga. Kemudian malaikat duduk mengelilinginya dalam sayup-sayup putih, dan datanglah malaikat maut di atas kepalanya dan berkata dengan penuh santun dan kasih sayang, “Wahai jiwa yang tenang, keluarlah kamu dengan ampunan dan kenikmatan Allah SWT, aku mau menjemputmu sekarang juga, Allah akan mengganti semua yang lebih baik”.

Sementara malaikat-malaikat lain menunggu kedatangan ruh tersebut. Ruh seorang mukmin keluar dari jasadnya laksana air yang keluar dari keran tanpa sayatan pedih. Keluarlah bau semerbak ruh yang belum pernah tercium di bumi. Lalu dua malaikat pendamping naik melintasi jagat langit.
Sesampainya di langit pertama, malaikat pendamping meminta izin kepada malaikat penjaga, dan bertanya malaikat penjaga tersebut, siapakah kamu dan bersama siapa?. Malaikat pendamping menjawab, kami malaikat pembawa ruh dari seorang hamba yang sholeh fulan bin fulan.  Lalu malaikat penjaga itu menginjinkan masuk dan naiklah ruh beserta malaikat ke langit kedua. Kejadian ini terus berlangsung sampai ke langit tingkat tujuh dan naik lagi sampai sidratul muntaha dengan sambutan yang sebaik-baiknya dan penuh suka cita. Sampailah di suatu bangunan, dan dilanjutkan dengan pencatatan amalan untuk dikumpulkan dengan amalan para nabi dan syuhada. Selanjutnya ruh dikembalikan ke jasad di alam kubur.
Demikianlah pengalaman yang akan dialami oleh ruh seorang hamba yang beriman, ia akan menjalaninya dengan penuh kenikmatan dan suka cita. Hal ini tentunya akan sebaliknya berbeda dengan pengalaman yang akan dialami oleh orang yang tidak beriman, sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS Al-A’raf 40:
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri kepadanya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit tidak tidak pula mereka masuk surga, hingga unta masuk lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan”.

Delapan penyebab Doa kita belum dikabulkan oleh Allah

Pada suatu hari Sayidina Ali Karamallaahu Wajhah, berkhutbah di hadapan kaum Muslimin. Ketika beliau hendak mengakhiri khutbahnya, tiba-tiba berdirilah seseorang ditengah-tengah jamaah sambil berkata, “Ya Amirul Mu’minin, mengapa do’a kami tidak diijabah? Padahal Allah berfirman dalam Al Qur’an, “Uda’uuni astajiblakum” (berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu).
Sayidina Ali menjawab, “Sesungguhnya hatimu telah berkhianat kepada Allah dengan delapan hal, yaitu :
1. Engkau beriman kepada Allah, mengetahui Allah, tetapi tidak melaksanakan kewajibanmu kepada-Nya. Maka, tidak ada mamfaatnya keimananmu itu.
2. Engkau mengatakan beriman kepada Rasul-Nya, tetapi engkau menentang sunnahnya dan mematikan syari’atnya. Maka, apalagi buah dari keimananmu itu?
3. Engkau membaca Al Qur’an yang diturunkan melalui Rasul-Nya, tetapi tidak kau amalkan.
4. Engkau berkata, “Sami’na wa aththa’na (Kami mendengar dan kami patuh), tetapi kau tentang ayat-ayatnya.
5. Engkau menginginkan syurga, tetapi setiap waktu melakukan hal-hal yang dapat menjauhkanmu dari syurga. Maka, mana bukti keinginanmu itu?
6. Setiap saat engkau merasakan kenikmatan yang diberikan oleh Allah, tetapi tetap engkau tidak bersyukur kepada-Nya.
7. Allah memerintahkanmu agar memusuhi syetan seraya berkata, “Sesungguhnya syetan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh bagi(mu) karena sesungguhnya syetan-syetan itu hanya mengajak golongan supaya mereka menjadi penghuni neraka yang nyala-nyala” (QS. Al Faathir [35] : 6). Tetapi kau malah  bersahabat dengannya.
8. Engkau jadikan cacat atau kejelekkan orang lain di depan mata, tetapi kau sendiri orang yang sebenarnya lebih berhak dicela daripada dia.
Nah, bagaimana mungkin do’amu diterima, padahal engkau telah menutup seluruh pintu dan jalan do’a tersebut. Bertaqwalah kepada Allah, shalihkan amalmu, bersihkan batinmu, dan lakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nanti Allah akan mengijabah do’amu itu.
Dalam riwayat lain, ada seorang laki-laki datang kepada Imam Ja’far Ash Shiddiq, lalu berkata, “Ada dua ayat dalam Al Qur’an yang aku belum paham apa maksudnya?”
“Bagaimana dua bunyi ayat itu?” Tanya Imam Ja’far. Yang pertama berbunyi “Ud’uuni astajib lakum” (Berdo’alah kepada-Ku niscaya akan Ku perkenankan bagimu), (QS. Al Mu’min [40] : 60). Lalu aku berdo’a dan aku tidak melihat do’aku diijabah,” ujarnya.
“Apakah engkau berpikir bahwa Allah akan melanggar janji-Nya?” tanya Imam Ja’far.
“Tidak,” jawab orang itu.
“Lalu ayat yang kedua apa?” Tanya Imam Ja’far lagi.
“Ayat yang kedua berbunyi “Wamaa anfaqtum min syai in fahuwa yukhlifuhuu, wahuwa khairun raaziqin” (Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rizki yang sebaik-baiknya) , (QS. Saba [34] : 39). Aku telah berinfak tetapi aku tidak melihat penggantinya, ” ujarnya.
“Apakah kamu berpikir Allah melanggar janji-Nya?” tanya Imam Ja’far lagi.
“Tidak,” jawabnya.
“Lalu mengapa?” Tanya imam Ja’far.
“Aku tidak tahu,” jawabnya.
Imam Ja’far kemudian menjelaskan, “Akan kukabarkan kepadamu, Insya Allah seandainya engkau menaati Allah atas apa yang diperintahkan- Nya kepadamu, kemudian engkau berdo’a kepada-Nya, maka Allah akan mengijabah do’amu. Adapun engkau berinfak tidak melihat hasilnya, kalau engkau mencari harta yang halal, kemudian engkau infakkan harta itu di jalan yang benar, maka tidaklah infak satu dirham pun, niscaya Allah menggantinya dengan yang lebih banyak. Kalau engkau berdo’a kepada Allah, maka berdo’alah kepada-Nya dengan Jihad Do’a. Tentu Alah akan menjawab do’amu walaupun engkau orang yang berdosa.”
“Apa yang dimaksud Jihad Do’a?” sela orang itu.
Apabila engkau melakukan yang fardhu maka agungkanlah Allah dan limpahkanlah Dia atas segala apa yang telah ditentukan-Nya bagimu. Kemudian, bacalah shalawat kepada Nabi SAW dan bersungguh-sungguh dalam membacanya. Sampaikan pula salam kepada imammu yang memberi petunjuk. Setelah engkau membaca shalawat kepada Nabi, kenanglah nikmat Allah yang telah dicurahkan-Nya kepadamu. Lalu bersyukurlah kepada-Nya atas segala nikmat yang telah engkau peroleh.
Kemudian engkau ingat-ingat sekarang dosa-dosamu satu demi satu kalau bisa. Akuilah dosa itu dihadapan Allah. Akuilah apa yang engkau ingat dan minta ampun kepada-Nya atas dosa-dosa yang tak kau ingat. Bertaubatlah kepada Allah dari seluruh maksiat yang kau perbuat dan niatkan bahwa engkau tidak akan kembali melakukannya. Beristighfarlah dengan seluruh penyesalan dengan penuh keikhlasan serta rasa takut tetapi juga dipenuhi harapan.
Kemudian bacalah, “Ya Allah, aku memnita maaf kepada-Mu atas seluruh dosaku. Aku meminta ampun dan taubat kepada-Mu. Bantulah aku untuk mentaati-Mu dan bimbinglah aku untuk melakukan apa yang Engkau wajibkan kepadaku segala hal yang engkau rdhai. Karena aku tidak melihat seseorang bisa menaklukkan kekuatan kepada-Mu, kecuali dengan kenikmatan yang Engkau berikan. Setelah itu, ucapkanlah hajatmu. Aku berharap Allah tidak akan menyiakan do’amu,” papar Imam Ja’far.***

Kisah Rasulullah dengan gadis kecil yatim

Kisah ini terjadi di Madinah pada suatu pagi di hari raya Idul Fitri. Rasulullah saw seperti biasanya mengunjungi rumah demi rumah untuk mendoakan para muslimin dan muslimah, mukminin dan mukminah agar merasa bahagia di hari raya itu. Alhamdulillah, semua terlihat merasa gembira dan bahagia, terutama anak-anak. Mereka bermain sambil berlari-lari kesana kemari dengan mengenakan pakaian hari rayanya. Namun tiba-tiba Rasulullah saw melihat di sebuah sudut ada seorang gadis kecil sedang duduk bersedih. Ia memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah usang.
Rasulullah saw lalu bergegas menghampirinya. Gadis kecil itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, lalu menangis tersedu-sedu. Rasulullah saw kemudian meletakkan tangannya yang putih sewangi bunga mawar itu dengan penuh kasih sayang di atas kepala gadis kecil tersebut, lalu bertanya dengan suaranya yang lembut : "Anakku, mengapa kamu menangis? Hari ini adalah hari raya bukan?" Gadis kecil itu terkejut. Tanpa berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, perlahan-lahan ia menjawab sambil bercerita : "Pada hari raya yang suci ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan berbahagia. Anak-anak bermain dengan riang gembira. Aku lalu teringat pada ayahku, itu sebabnya aku menangis. Ketika itu hari raya terakhir bersamanya. Ia membelikanku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia. Lalu suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah saw. Ia bertarung bersama Rasulullah saw bahu-membahu dan kemudian ia meninggal. Sekarang ayahku tidak ada lagi. Aku telah menjadi seorang anak yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu siapa lagi?"
Setelah Rasulullah saw mendengar cerita itu, seketika hatinya diliputi kesedihan yang mendalam. Dengan penuh kasih sayang ia membelai kepala gadis kecil itu sambil berkata: "Anakku, hapuslah air matamu… Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu…. Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu? …. Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu…. dan Aisyah menjadi ibumu…. Bagaimana pendapatmu tentang usul dariku ini?"
Begitu mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Ia memandang dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya. Masya Allah! Benar, ia adalah Rasulullah saw, orang tempat ia baru saja mencurahkan kesedihannya dan menumpahkan segala gundah di hatinya. Gadis yatim kecil itu sangat tertarik pada tawaran Rasulullah saw, namun entah mengapa ia tidak bisa berkata sepatah katapun. Ia hanya dapat menganggukkan kepalanya perlahan sebagai tanda persetujuannya. Gadis yatim kecil itu lalu bergandengan tangan dengan Rasulullah saw menuju ke rumah. Hatinya begitu diliputi kebahagiaan yang sulit untuk dilukiskan, karena ia diperbolehkan menggenggam tangan Rasulullah saw yang lembut seperti sutra itu.
Sesampainya di rumah, wajah dan kedua tangan gadis kecil itu lalu dibersihkan dan rambutnya disisir. Semua memperlakukannya dengan penuh kasih sayang. Gadis kecil itu lalu dipakaikan gaun yang indah dan diberikan makanan, juga uang saku untuk hari raya. Lalu ia diantar keluar, agar dapat bermain bersama anak-anak lainnya. Anak-anak lain merasa iri pada gadis kecil dengan gaun yang indah dan wajah yang berseri-seri itu. Mereka merasa keheranan, lalu bertanya :
"Gadis kecil, apa yang telah terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat gembira?"
Sambil menunjukkan gaun baru dan uang sakunya gadis kecil itu menjawab :
"Akhirnya aku memiliki seorang ayah!  Siapa yang tidak bahagia memiliki seorang ayah seperti Rasulullah? Aku juga kini memiliki seorang ibu, namanya Aisyah, yang hatinya begitu mulia. Juga seorang kakak perempuan, namanya Fatimah. Ia menyisir rambutku dan mengenakanku gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia, dan ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia beserta isinya."
Rasulullah saw bersabda : "Siapa yang memakaikan seorang anak yatim pakaian yang indah dan mendandaninya pada hari raya, maka Allah SWT akan mendandani/menghiasinya pada hari Kiamat. Allah SWT mencintai terutama setiap rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan banyak membagi-bagikan hadiah. Barangsiapa yang memelihara anak yatim dan melindunginya, maka ia akan bersamaku di surga."

MENZALIMI ORANG LAIN

Dikisahkan, ada seorang pedagang yang kaya raya dan berpengaruh di kalangan masyarakat. Kegiatannya berdagang mengharuskan dia sering ke luar kota. Suatu saat, karena pergaulan yang salah, dia mulai berjudi dan bertaruh.

Mula-mula kecil-kecilan, tetapi karena tidak dapat menahan nafsu untuk menang dan mengembalikan kekalahannya, si pedagang semakin gelap mata, dan akhirnya uang hasil jerih payahnya selama ini banyak terkuras di meja judi. Istri dan anak-anaknya telantar dan mereka jatuh miskin.

Orang luar tidak ada yang tahu tentang kebiasaannya berjudi, maka untuk menutupi hal tersebut, dia mulai menyebar fitnah, bahwa kebangkrutannya karena orang kepercayaansahabatnya- mengkhianati dia dan menggelapkan banyak uangnya. Kabar itu semakin hari semakin menyebar, sehingga sahabat yang setia itu jatuh sakit. Mereka sekeluarga sangat menderita, disorot dengan pandangan curiga oleh masyarakat di sekitarnya dan dikucilkan dari pergaulan.

Si pedagang tidak pernah mengira, dampak perbuatannya demikian buruk. Dia bergegas datang menengok sekaligus memohon maaf kepada si sahabat “Sobat, aku mengaku salah! Tidak seharusnya aku menimpakan perbuatan burukku dengan menyebar fitnah kepadamu. Sungguh, aku menyesal dan minta maaf. Apakah ada yang bisa aku kerjakan untuk menebus kesalahan yang telah kuperbuat?”
Dengan kondisi yang semakin lemah, si sahabat berkata, “Ada dua permintaanku. Pertama, tolong ambillah bantal dan bawalah ke atap rumah. Sesampainya di sana, ambillah kapas dari dalam bantal dan sebarkan keluar sedikit demi sedikit.”

Walaupun tidak mengerti apa arti permintaan yang aneh itu, demi menebus dosa, segera dilaksanakan permintaan tersebut. Setelah kapas habis disebar, dia kembali menemui laki-laki yang sekarat itu.
“Permintaanmu telah aku lakukan, apa permintaanmu yang kedua?”
“Sekarang, kumpulkan kapas-kapas yang telah kau sebarkan tadi,” kata si sahabat dengan suara yang semakin lemah.

Si pedagang terdiam sejenak dan menjawab dengan sedih, “Maaf sobat, aku tidak sanggup mengabulkan permintaanmu ini. Kapas-kapas telah menyebar ke mana-mana, tidak mungkin bisa dikumpulkan lagi.”
“Begitu juga dengan berita bohong yang telah kau sebarkan, berita itu takkan berakhir hanya dengan permintaan maaf dan penyesalanmu saja,” kata si sakit.
Demikian Andrie Wongso berkisah.


Kawan,
Kezaliman- apa pun bentuknya- yang telah kita lakukan terhadap seseorang, tidak cukup dengan penyesalan dan permintaan maaf saja. Buah dari kezaliman itu, tidak serta merta berakhir dengan permintaan maaf. Kepedihan yang timbul karenanya, melekat dalam waktu yang lama. Lagi pula, akibat dari perbuatan zalim kita itu, tidak hanya mengenai seorang kawan yang kita zalimi, melainkan juga, keluarganya turut menderita. Kita menanggung dosa orang banyak. Luka akibat kezaliman yang telah kita lakukan, telah merebak, menyebar ke pelbagai suasana. Penyebaran luka itu bagaikan kapas-kapas yang telah beterbangan. Sulit untuk recovery.

Kalau saja, kezaliman itu selesai dengan permohonan maaf, akan kacau balaulah hukum yang ada. Kembalikan dulu uang rakyat, baru minta maaf. Kembalikan dulu hak orang-orang yang berhak, baru minta maaf.

Lalu, kezaliman apa yang mungkin kita lakukan di tempat kerja?

Apabila seseorang, menurut kriteria umum, berhak atas suatu kondisi, tetapi kita tidak suka kepadanya karena alasan lain- yang sebenarnya tidak ada hubungan dengan pekerjaan, kita halangi orang itu mendapatkan haknya. Kita memilih orang lain- yang sesuai selera kita, karena ia teman sedesa atau kawan seagama, atau se- lainnya. Kalau kita lakukan itu, ketahuilah, kita telah berbuat zalim. Kita, tentu saja, akan berhadapan dengan hukum Allah. Orang yang kita zalimi, di akhirat kelak, akan menuntut haknya dan –tidak bisa tidak- kita harus membayarnya. Tidak bisa mengelak, sama sekali. Karena pada hari itu, mulut kita dikunci; sedang tangan berbicara dan kaki menjadi saksi. Semua yang kita lakukan semasa di dunia akan diproses verbal, seadil-adilnya: amal baik maupun buruk.

"Takutlah kamu akan doa seorang yang terzalimi, karena doa tersebut tidak ada hijab (penghalang) antara dia dengan Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Jauh sebelum itu. Sebelum kiamat terjadi; sebelum mati menghampiri, Nabi Muhammad saw. pernah bersabda, ”Ada dua dua dosa yang akan didahulukan Allah siksanya  di dunia ini juga, yaitu al-baghyu dan durhaka kepada orang tua.” (H.R. Turmudzi, Bukhari, dan Thabrani).

Al-baghyu  adalah berbuat sewenang-wenang, berbuat zalim kepada orang lain. Kita tidak perlu khawatir bahwa “ganjaran” karena melakukan al-baghyu, akan disegerakan di dunia ini saja; karena di akhirat pun, kita tak akan luput dari “imbalan”-nya.

Dalam sebuah hadis qudsi Allah berfirman, "Dengan keperkasaan dan keagungan-Ku, Aku akan membalas orang zalim dengan segera atau dalam waktu yang akan datang. Aku akan membalas terhadap orang yang melihat seorang yang dizalimi sedang dia mampu menolongnya tetapi tidak menolongnya." (HR. Ahmad)
Seorang kiai bercerita bahwa ketika kita dalam pengadilan Allah, ditanyalah kita tentang apa-apa yang pernah kita perbuat selama di dunia. Setelah semua butir amal sudah selesai dirinci detail, seperti halnya uraian tugas atau manual; Allah tunjukan sebuah benda* yang sangat besar,” Ini adalah pahala besar milik kamu.” Orang itu merasa tidak melakukan amal yang hebat sehingga pahalanya demikian besar. Allah berfirman, ”Dahulu di dunia kamu dizalimi orang, tetapi kamu bersabar. Aku ganti kesabaranmu atas penzaliman orang itu dengan pahala ini.”
*Di akhirat kelak, amal-amal kita akan berwujud dan terlihat mata.

Di akhirat kelak, celakalah orang yang menzalimi. Bahagialah orang yang dizalimi!

KAMBING “KEMATIAN” DISEMBELIH DIANTARA SURGA DAN NERAKA

Lukmanul Hakim merupakan lelaki sholeh yang banyak menyampaikan nasehat bijak kepada putranya. Ia bukan seorang Nabi atau Rasul Allah ta’aala. Sedemikian mulianya beliau sehingga namanya diabadikan menjadi nama salah satu surah di dalam Al-Qur’an. Di antara nasehatnya yang tidak termaktub di dalam Al-Qur’an ialah ucapannya kepada putranya sebagai berikut:
إِعْمَلْ لِدُنْيَاكَ بِقَدْرِ بَقَاعَةَ فِيهَا وَاعْمَلْ لِآخِرَتَكَ بِقَدْرِ بَقَاعَةَ فِيهَا
“Berbaktilah untuk duniamu sesuai jatah waktu engkau tinggal di dalamnya. Dan berbaktilah untuk akhiratmu sesuai jatah waktu engkau tinggal di dalamnya.”
Subhanallah…! Sebuah nasihat yang sungguh mencerminkan kedalaman perenungan Lukmanul Hakim akan hakekat perbandingan kehidupan di dunia dengan akhirat. Ia sangat memahami betapa jauh lebih bermaknanya kehidupan di akhirat daripada kehidupan di dunia. Dan betapa fananya dunia ini dibandingkan kekalnya alam akhirat kelak..!
Coba kita renungkan. Berapa lama jatah waktu hidup kita di dunia? Paling-paling hanya 60-an atau 70-an tahun. Kalau bisa lebih daripada itu tentu sudah sangat istimewa. Seorang yang mencapai usia 100 tahun sungguh sudah sangat luar biasa..! Sehingga Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam mengisyaratkan sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ
“Umur ummatku antara enampuluh hingga tujuhpuluh tahun, dan sedikit di antara mereka yang mencapai (tujuhpuluh tahun) itu.” (HR Tirmidzi 3473)
Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam wafat pada usia 63 tahun hijriyah. Demikian pula dengan kedua sahabat utamanya Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab. Keduanya wafat pada usia 63 tahun hijriyah. Ini semata taqdir Allah ta’aala, bukan suatu kebetulan, yang tentunya mengandung rahasia dan hikmah ilahi.
Dan berapa lama jatah hidup seseorang di akhirat? Menurut Al-Qur’an manusia bakal hidup kekal selamanya di akhirat. Dalam Al-Qur’an disebut dengan istilah:
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا
“Kekal selamanya di dalamnya.” Bahkan di dalam hadits kita jumpai keterangan mengenai hal ini dengan ungkapan yang lebih membangkitkan bulu roma. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan bahwa ketika nanti seluruh penghuni surga telah dimasukkan ke dalam surga sementara penghuni neraka telah masuk neraka semuanya, maka Allah ta’aala akan tampilkan kematian dalam wujud seekor kambing yang ditempatkan di antara surga dan neraka. Selanjutnya Allah ta’aala perintahkan malaikat untuk menyembelih ”kematian” sambil ditonton oleh segenap ahli neraka dan ahli surga. Sesudah itu Allah ta’aala akan berfirman kepada ahli surga: “Hai penghuni surga kekallah tidak ada lagi kematian…” Selanjutnya Allah ta’aala berfirman kepada para ahli neraka: ”Hai penghuni neraka kekallah tidak ada lagi kematian...”
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُجَاءُ بِالْمَوْتِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُ كَبْشٌ أَمْلَحُ
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Kematian didatangkan pada hari kiamat berupa seekor kambing hitam...” (HR Muslim 5087)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَارَ أَهْلُ الْجَنَّةِ فِي الْجَنَّةِ وَأَهْلُ النَّارِ فِي النَّارِ جِيءَ بِالْمَوْتِ حَتَّى يُوقَفَ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ ثُمَّ يُذْبَحُ ثُمَّ يُنَادِي مُنَادٍ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ خُلُودٌ لَا مَوْتَ يَا أَهْلَ النَّارِ خُلُودٌ لَا مَوْتَ فَازْدَادَ أَهْلُ الْجَنَّةِ فَرَحًا إِلَى فَرَحِهِمْ وَازْدَادَ أَهْلُ النَّارِ حُزْنًا إِلَى حُزْنِهِمْ (أحمد)
“Bila penghuni surga sudah masuk surga dan penghuni neraka masuk neraka, datanglah kematian berdiri di antara surga dan neraka, kemudian disembelih. Lalu terdengar seruan “Hai penghuni surga kekallah tidak ada lagi kematian… Hai penghuni neraka kekallah tidak ada lagi kematian”, maka bertambahlah kegembiraan penghuni surga dan bertambahlah kesedihan penghuni neraka.” (HR Ahmad 5721)
Saudaraku, bila Allah ta’aala taqdirkan kita hidup di akhirat dalam kesenangan abadi di dalam surga tentulah ini suatu kenikmatan yang tiada tara dan bandingan. Sebaliknya, barangsiapa yang ditaqdirkan Allah ta’aala hidup di akhirat di dalam penderitaan abadi siksaan neraka tentulah ini suatu kerugian yang sungguh nyata dan mengerikan...! Na’udzubillahi min dzaalika...!
Pantas bilamana Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan betapa tiada berartinya kesenangan dunia yang penuh kepalsuan jika dibandingkan dengan kesenangan surga yang hakiki, bukan khayalan atau virtual atau sekedar dongeng orang-orang terdahulu. Begitu pula tiada berartinya kesulitan di dunia yang penuh tipuan jika dibandingkan dengan kesulitan dan penderitaan sejati neraka yang berkepanjangan tiada ujung akhir, bukan khayalan atau virtual atau sekedar dongeng orang-orang terdahulu.... Na’udzubillahi min dzaalika...!
يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِي الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطُّ وَلَا رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ
"Pada hari berbangkit didatangkan orang yang paling ni'mat hidupnya sewaktu di dunia dari ahli neraka. Maka ia dicelupkan ke dalam neraka sejenak. Kemudian ditanya:"Hai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesenangan? Apakah kamu pernah merasakan kenikmatan?" Ia menjawab: "Tidak, demi Allah wahai Rabb.” Lalu didatangkanlah orang yang paling sengsara hidupnya sewaktu di dunia dari ahli surga. Maka ia dicelupkan ke dalam surga sejenak. Kemudian ditanya:"Hai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesengsaraan? Apakah kamu pernah merasakan penderitaan?" Ia menjawab: "Tidak, demi Allah wahai Rabb. Aku tdk pernah mengalami kesengsaraan dan tidak pula melihat penderitaan" (HR Muslim 5018)
Maka saudaraku, pantaskah kita mempertaruhkan kehidupan kita yang hakiki dan abadi di akhirat nanti demi meraih kesenangan dunia yang fana dan sesungguhnya penuh dengan tipuan yang sangat memperdayakan....? Saudaraku, jadilah orang yang ”cerdas” versi Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam. Bukan orang yang cerdas berdasarkan pandangan para pencinta dunia yang sejatinya sangat bodoh dan tidak sabar...!
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
“Orang yang paling cerdas ialah barangsiapa yang menghitung-hitung/evaluasi/introspeksi (‘amal-perbuatan) dirinya dan ber’amal untuk kehidupan setelah kematian.” (At-Tirmidzi 8/499)
WASSALAM

MAYORITAS PENGHUNI NERAKA ADALAH WANITA.

Ibnu Abbas Ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Saya melihat ke dalam surga, (dan ternyata) kebanyakan penghuninya adalah orang-orang fakir (miskin), dan saya melihat ke dalam neraka (dan Ternyata) kebanyakan penghuninya adalah para wanita”.

Dalam Hasits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Ra diterangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Saya melihat ke dalam neraka kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita dan saya melihat ke dalam surga kebanyakan penghuninya adalah orang-orang fakir”.

Dalam Hadits Shahih yang diriwayatkan Abdullah bin Umar diterangkan bahwa Rasulullah bersabda, “ Wahai para wanita, bersedekahlah dan banyak-banyak beristighfar karena sungguh aku melihat kalian (wanita) sebagai mayoritas penghuni neraka.”

Tiba-tiba salah seorang di antara mereka yang paling pandai bertanya,”Wahai Rasulullah, kenapa kami menjadi mayoritas penghuni neraka ?”

Rasul pun menjawab,”Kalian banyak melaknat dan mengingkari kebaikan suami. Aku tidak melihat manusia yang kurang akal dan agamanya yang dapat mengalahkan manusia yang berakal sempurna (suami) selain daripada kalian.”

Wanita itupun bertanya lagi, ”Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan kurang akal dan agamanya itu ?”.

Nabi menajwab, ”Adapun kurang akal karena persaksian dua wanita menyamai persaksian satu orang laki-laki. Maka inilah yang dimaksud dengan kurang akal. Dan dalam beberapa hari kalian tidak shalat dan tidak berpuasa, maka inilah yang dimaksud dengan kurang agama.”

Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnad-nya, hadits Imarah bin Khuzaimah bin Tsabit yang berkata,”Kami bersama Amru bin Ash dalam perjalanan ibadah haji atau umrah. Ketika melewati Azh-Zhahran, tiba-tiba kami melihat seorang wanita yang sedang berada dalam sekedup. Lalu Amru bin Ash berkata ”Kami pernah bersama Rasulullah di tempat ini. Kami mendapatkan banyak burung gagak. Ada seekor burung yang sayapnya berwarna putih dan kedua kakinya berwarna merah.
Rasulullah bersabda :”Tidaklah (jumlah) wanita yang masuk ke dalam surga kecuali seperti seekor burung gagak ini ditengah keramaian burung gagak (yang lain).”

Ini menunjukkan betapa sedikitnya wanita yang masuk kesurga dan betapa banyaknya mereka yang masuk ke neraka. Tidak ada kabar yang lebih menakutkan selain kabar ini dan tidak ada peringatan yang lebih tegas selain peringatan ini.  Mari kita berhati-hati.

Mengutamakan Memberi Bantuan

Imam Bukhari dan Muslim meriwa-yatkan bahwa suatu ketika ada seseorang datang kepada Nabi SAW dan berkata: “Sesungguhnya saya sangat lapar!” Lalu, beliau membawa orang tersebut ke salah satu istrinya, dan istrinya berkata: “Demi Dzat yang mengutus tuan dengan kebenaran, saya tidak mempunyai sesuatu apapun kecuali air.”  
Kemudian beliau membawa orang tersebut ke istrinya yang lain, dan istrinya itu pun berkata seperti apa yang dikatakan oleh istri pertama tadi. Hal ini dilakukan beliau pada semua istrinya, namun semuanya menjawab: “Tidak, demi Dzat yang mengutus tuan dengan kebenaran, saya tidak mempunyai sesuatu apa pun kecuali air.” 
Setelah itu, beliau bersabda kepada para sahabatnya: “Siapa yang sanggup menjamu tamu pada malam ini ?” Ada salah seorang sahabat dari kalangan Anshar berkata: “Saya, wahai Rasulullah !” Kemu-dian orang itu pergi bersama sahabat tadi. Sesampainya di rumah, sahabat itu berkata kepada istrinya: ”Muliakanlah tamu Rasulullah!” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa sahabat tadi bertanya kepada istrinya: “Apakah kamu mempu-nyai makanan ?” Istrinya menjawab: ”Tidak, kecuali makanan untuk anak-anak.” 
Sahabat itu berkata: ”Hiburlah mereka dengan sesuatu, dan bila mereka ingin makan maka tidurkanlah mereka. Bila tamu kita nanti masuk maka padam-kanlah lampu itu dan perlihatkanlah bahwa seakan-akan kita ikut makan.” Kemudian mereka duduk bersama dan tamu itu makan tetapi sahabat beserta istrinya bermalam dalam keadaan lapar. Pada pagi harinya, mereka bertemu dengan Nabi SAW, seraya Rasulullah SAW bersabda: “Allah telah kagum pada perbuatan kalian di dalam menjamu tamu semalam.”
Peristiwa di atas menggambarkan perilaku Rasulullah SAW (pada saat itu sebagai kepala negara) yang berupaya sekuat tenaga untuk memberikan bantuan kepada orang yang lapar. Tidak hanya sebatas ini, Nabi SAW meme-rintahkan kepada umatnya untuk mengutamakan memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan.  
Didikan Rasulullah SAW ini tampak jelas pada diri sahabat tadi, dia lebih mengutamakan orang lain yang lebih lapar dan lebih membutuhkan daripada dirinya. Padahal, keadaan ekonomi sahabat nabi tersebut sangat minim. Luar biasa, dalam keadaan sama-sama miskin saja begini, dapat dibayangkan bagai-mana andaikan status ekonomi dia menengah apalagi kaya raya.  
Bahkan di dalam Alquran dising-gung betapa sahabat-sahabat Anshar mengutamakan kawan-kawannya dari kalangan muhajirin walaupun merekapun berada dalam kesusahan. Karakter seperti ini bukan hanya melekat pada satu-dua orang saja melainkan tertanam dalam diri para sahabat Nabi SAW.  
Dalam menggambarkan hal ini Rasulullah SAW menyatakan: “Sesungguh-nya orang-orang Asy'ary bila persediaan mereka dalam peperangan hampir habis atau makanan bagi keluarga mereka di Madinah itu tinggal sedikit maka mereka mengumpulkan sisa-sisa yang ada pada mereka pada satu kain kemudian mereka membagi-baginya dengan sama rata pada satu bejana. Mereka adalah termasuk golonganku dan aku termasuk golongan mereka” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kadangkala, ada orang yang bila memberikan sebagian hartanya kepada orang lain yang betul-betul membutuh-kannya merasa seakan dirinya takut kekurangan tanpa menyadari bahwa di dalam hartanya itu terdapat hak si miskin, seperti kata Nabi. Sikap demikian ditentang oleh Rasulullah SAW. Beliau menegaskan hal ini: “Makanan dua orang itu cukup bagi tiga orang, dan makanan tiga orang itu cukup bagi empat orang.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Muslim dari Jabir ra disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Makanan seorang itu cukup bagi dua orang, makanan dua orang itu cukup bagi empat orang, dan makanan empat orang itu cukup bagi delapan orang.”
Dalam kacamata logika manusia, boleh jadi barang-barang kebutuhan pokok yang diberikan kepada orang lain dianggap mengurangi jatah bagi pemenuhan kebutuhannya. Namun, pandangan Rasulullah SAW tidaklah demikian. Dalam menanggapi ungkapan beberapa sahabat yang menyatakan bahwa mereka makan tetapi tidak merasa kenyang, beliau mengungkapkan: “Mung-kin kalian makan sendiri-sendiri.” Sahabat menjawab: “Benar!” Beliau bersabda: “Maka berkumpullah kamu kalau makan, dan sebutlah nama Allah Ta'ala niscaya kamu sekalian mendapatkan barakah di dalam makananmu itu.” (HR. Abu Daud). Tampaklah, harta yang dimakan sendiri tanpa mempedulikan orang lain yang sangat membutuhkannya boleh jadi tidak berkah. Na'udzubillahi min dzalik.
Kini, sudahkah sikap indah tadi kita miliki sebagai umat Muhammad SAW? Tengoklah, pengemis makin menjamur, tuna wisma kian bertambah, pada sisi lain penggusuran pun tidak berhenti. Seba-gian orang hidup berlebihan, sementara banyak orang lain yang kesusahan. Padahal, kita akan ditanya oleh Allah SWT apakah kita membantu mereka. Ulurkan-lah tangan untuk memberi bantuan. Belumkah tiba saatnya kita menjadi orang-orang yang mengutamakan memberi bantuan?
Wassalam

Mengenal Mani, Wadi dan Madzi

Oleh
Abu ‘Uzair Boris Tanesia


Mungkin sebagian di antara kita merasa asing dengan kata-kata yang terdapat pada judul di atas. Insya Allah kita semua telah paham mengenai mani. Namun, apa itu madzi ? dan apapula itu wadi ? Oleh karena itu, untuk lebih jelasnya mari kita simak bersama pembahasan mengenai ketiga hal ini beserta hukumnya masing-masing
Mani
Mani adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan, biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat. Mani dapat keluar dalam keadaan sadar (seperti karena berhubungan suami-istri) ataupun dalam keadaan tidur (biasa dikenal dengan sebutan “mimpi basah”). Keluarnya mani menyebabkan seseorang harus mandi besar / mandi junub.  Apabila pakaian seseorang terkena air mani, maka disunnahkan untuk mencuci pakaian tersebut jika air maninya masih dalam keadaan basah. Adapun apabila air mani telah mengering, maka cukup dengan mengeriknya saja. Hal ini berdasarkan perkataan Aisyah, beliau berkata “Saya pernah mengerik mani yang sudah kering yang menempel pada pakaian Rasulullah dengan kuku saya.” (HR. Muslim)
Wadi
Wadi adalah air putih kental yang keluar dari kemaluan seseorang setelah kencing. Keluarnya air wadi dapat membatalkan wudhu. Wadi termasuk hal yang najis. Cara membersihkan wadi adalah dengan mencuci kemaluan, kemudian berwudhu jika hendak sholat. Apabila wadi terkena badan, maka cara membersihkannya adalah dengan dicuci.
Madzi
Madzi adalah air yang keluar dari kemaluan, air ini bening dan lengket. Keluarnya air ini disebabkan syahwat yang muncul ketika seseorang memikirkan atau membayangkan jima’ (hubungan seksual) atau ketika pasangan suami istri bercumbu rayu (biasa diistilahkan dengan foreplay/pemanasan). Air madzi keluar dengan tidak memancar. Keluarnya air ini tidak menyebabkan seseorang menjadi lemas (tidak seperti keluarnya air mani, yang pada umumnya menyebabkan tubuh lemas) dan terkadang air ini keluar tanpa disadari (tidak terasa). Air madzi dapat terjadi pada laki-laki dan wanita, meskipun pada umumnya lebih banyak terjadi pada wanita. Sebagaimana air wadi, hukum air madzi adalah najis. Apabila air madzi terkena pada tubuh, maka wajib mencuci tubuh yang terkena air madzi, adapun apabila air ini terkena pakaian, maka cukup dengan memercikkan air ke bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah terhadap seseorang yang pakaiannya terkena madzi, “cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, kemudian engkau percikkan bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad hasan). Keluarnya air madzi  membatalkan wudhu. Apabila air madzi keluar dari kemaluan seseorang, maka ia wajib mencuci kemaluannya dan berwudhu apabila hendak sholat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Cucilah kemaluannya, kemudian berwudhulah.” (HR. Bukhari Muslim)
Demikian yang dapat kami sampaikan dalam pembahasan kali ini. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Terakhir, kami tutup dengan firman Allah yang artinya, “Allah tidaklah malu dalam menjelaskan hal yang benar.” (QS. Al Ahzab: 53)

TITIPAN ALLAH

Dari pernikahan dua sahabat Rasulullah saw, Abu Thalhah dan Ummu Sulaim, lahir seorang anak bernama Abu Umair. Ketika Abu Thalhah pergi, Abu Umair anak satu-satunya dari pasangan tersebut meninggal dunia. Ummu Sulaim mengurus mayat anaknya yang telah tiada dengan penuh ketabahan.

Setelah dimandikan, Ummu Sulaim menidurkan anaknya di sebuah sudut rumahnya. Kemudian, ia berdandan dan memakai pakaiannya yang terbaik, serta memasak makanan yang lezat untuk menyongsong kepulangan suaminya, Abu Thalhah.

Ketika Abu Thalhah datang dan menanyakan anaknya, Ummu Sulaim berkata, ''Anak kita, sekarang sedang istirahat.'' Sambutan Ummu Sulaim yang begitu menyenangkan, membuat Abu Thalhah tidak lagi merasa lelah, dan tidak ada lagi pikiran yang mengganggunya.                                     Dia pun dapat menikmati makanan lezat yang dihidangkan oleh sang istri tercinta.

Ummu Sulaim berkata, ''Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu jika ada orang yang menitipkan sesuatu kepada seorang temannya. Namun, ketika orang itu meminta kembali barangnya, temannya malah marah?''   Abu Thalhah berkata, ''Tidak boleh bertindak demikian, sebab bagaimanapun barang titipan harus dikembalikan kepada pemiliknya.''
Kemudian, Ummu Sulaim menyambung perkataannya, ''Anak yang kita cintai ini hanyalah titipan belaka. Sekarang, Allah telah mengambil kembali titipan-Nya itu.''                                                                                           Setelah mendengar perkataan istrinya yang begitu bermakna, maka Abu Thalhah pun sadar dan ridla akan qadha (ketentuan) Allah. Dengan penuh ikhlas, Abu Thalhah berucap ''Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji'uun (kami semua milik Allah, dan kami semua akan kembali kepada-Nya).''

Abu Thalhah pergi menemui Rasulullah saw. Setelah bertemu, ia bercerita tentang musibah yang menimpa keluarganya. Lalu, Rasulullah saw mendoakan Abu Thalhah dan Ummu Sulaim agar Allah memberkahi mereka berdua. Doa Rasulullah saw dikabulkan Allah swt. Abu Thalhah
mendapatkan putra lagi yang diberi nama Abdullah. Dari Abdullah inilah, Abu Thalhah mendapatkan sembilan orang cucu yang semuanya hafal dan ahli Al Quran. Abu Thalhah dan Ummu Sulaim adalah sepasang suami-istri yang layak dijadikan teladan dalam kehidupan sehari-hari, dalam berumah tangga, juga dalam kehidupan bermasyarakat.
Kesadaran bahwa segala apa yang dimiliki manusia hanyalah titipan dari Allah, membuat manusia selalu tabah dan sabar, ketika mendapatkan ujian serta cobaan. Ujian itu bisa berupa meninggalnya salah seorang anggota keluarga yang dicintai, hilangnya harta dan jabatan yang menjadi kebanggaannya, dan sebagainya.

Allah swt berfirman, ''Sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada mereka yang sabar, (yaitu) mereka yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, Inna
lillaahi wa inna ilaihi raaji'uun.'' (QS Albaqarah, ayat 155-156).
Wallahu a'lam bish-shawa

Bekal Dua Orang Musafir

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ : "كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ".
Ibnu Umar RA meriwayatkan dari Nabi SAW bahwasanya dia bersabda : “ jadilah kamu di dunia ini seakan sebagai orang asing atau seperti orang yang sedang dalam melakukan perjalanan”. (H.R. Bukhari)
Dalam hadits ini Rasulullah SAW memberikan wasiat atau nasihatnya kepada seorang sahabat yunior Abdullah bin Umar RA agar dia memposisikan dirinya di dalam dunia seakan-akan dia adalah orang asing yang sedang berada di suatu daerah atau sebagai orang yang dalam perjalanan yang sedang melalui seuatu daerah. Karena dalam perjalan hidup manusia di dunia ini, mereka  tak terlepas dari merasakan  kesenangan dan kesedihan, sehat dan sakit, berkumpul dan berpisah, menetap dan berpergian, memberi dan diberi, memuji dan memaki dan lain sebagainya.
Hidup di dunia ini merupakan ujian untuk menggapai kebahagian abadi di akhirat kelak, yaitu berupa surga Allah SWT yang luasnya seluas langit dan bumi, surga yang ketika orang memasukinya dia akan lupa segala penderitaan yang pernah dialaminya selama dia hidup di dunia.
Dalam kehidupan di dunia  ini hanya ada dua macam orang yang akan melakukan perjalan :
Pertama : Perjalanan dunia
Dalam perjalan dunia atau yang sering disebut dengan safar (berpergian jauh), perbekalan yang cukup adalah sebuah keniscayaan yang harus dimiliki oleh setiap orang yang akan melakukannya perjalanan ini. Dia harus memiliki bekal uang dan makanan yang cukup, sehingga saat dia membutuhkannya maka dia tidak kesulitan untuk menikmati dan mengkonsumsinya. Bekal kendaraan juga tidak kalah pentingnya, sehingga dia bisa sampai pada tujuannya sesuai jadwal yang pernah dia rencanakan.
Jadi betapa pahamnya orang yang akan melakukan perjalan dunia untuk sampai ke tempat tujuannya sesuai jadwal dengan membekali dirinya dengan bekal yang sangat cukup.
Kedua : Perjalanan Akhirat
Dalam mempersiapkan bekal perjalanan dunia, kita selalu ingin bekal itu terpenuhi secara maksimal, sehingga kita tidak ingin mengambil resiko yang dapat menghambat dan mengganggu perjalan kita tersebut. Apalagi perjalanan menuju kehidupan akhirat yang tidak ada kehidupan setelahnya. Di akhirat nanti hanya ada dua tempat kembali yang pasti akan ditempati oleh setiap anak cucu Adam, kalau tidak menempati surga pasti dia akan menempati neraka.
Oleh karenanya, bekal perjalanan menuju akhirat harus lebih maksimal bila dibandingkan dengan bekal perjalanan dunia. Jangan sampai seorang yang akan melakukan perjalanan menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi, dia lupa akan hakikat perjalan ukhrawi ini.
Seorang penyair mengingatkan kita dalam bait syairnya :
Berbekallah kamu sejak dini untuk kehidupan abadimu
Beramallah untuk Allah dan siapkanlah bekal terbaikmu
Jangan kamu memperkaya diri dengan segala yang ada di dunia
Karena sesungguhnya harta kekayaan itu akan sirna
Apakah kamu ingin menjadi teman suatu kaum
Mereka memiliki bekal sedangkan kamu tidak memilikinya?
Maka bekal untuk kehidupan akhirat tidak sama dengan bekal kehidupan dunia, karena perbedaan keduanya. Bekal utama musafir dunia adalah uang, maka bekal utama musafir akhirat untuk menuju kehidupan abdinya adalah iman dan amal shalih yang ringkasnya sering disebut taqwa.
Allah SWT berfirman :
"وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى..."
“Berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa…” (Q.S. Al-Baqarah/2 : 197)
Mari kita renungi bersama, apakah yang akan memberi manfaat kepada seseorang di dalam kuburnya? Tidak lain adalah amal shalih dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Jadi, mari kita ingat kembali bahwa kita tidak akan tinggal untuk selamanya di dunia ini, jangan lupa bahwa kehidupan di akhirat adalah kehidupan yang hakiki. Perjalanan menuju kehidupan akhirat adalah sebuah keniscayaan, hanya orang-orang yang tidak yakin saja yang tidak mempercayai akan adanya kehidupan akhirat.
Jadi mari kita jadikan diri kita ini seakan sebagai orang asing  dan orang yang sedang melakukan perjalanan ke suatu tempat, sehingga kita dapat memposisikan dunia ini adalah tempat singgah sementara kita dalam menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi.  Wallahu a’lam

ChatBox


ShoutMix chat widget

Arsive

Posts Recentes

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified