Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِماً كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ (رَوَاهُ التِّرمِذِيُّ وَقَالَ حَدِيثٌ حَسَنٌ صحيح)
“Barangsiapa yang memberi makanan berbuka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun.” (HR. At Tirmidzi, beliau berkata, “Hadits Hasan Shahih”)
Termasuk nikmat dari Allah subhanahu wata’ala atas hamba-hamba-Nya, Allah mensyariatkan tolong-menolong di atas kebaikan dan ketakwaan. Dan termasuk tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan ini adalah memberi makanan berbuka bagi orang yang sedang berpuasa, karena orang yang berpuasa diperintahkan untuk berbuka dan menyegerakan buka puasanya. Apabila dia ditolong dalam perkara ini, maka ini termasuk nikmat dari Allah ‘azza wajalla. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ صَائِماً كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْءٌ
“Barangsiapa yang memberi buka bagi orang yang berpuasa, maka baginya pahala yang semisal orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sedikit pun.”
Para ulama berselisih pendapat tentang makna “Barangsiapa yang memberi buka bagi orang yang berpuasa”. Dikatakan bahwa yang diinginkan dengan memberi makanan berbuka di sini adalah memberikan hal minimal yang bisa membatalkan puasa seorang yang berpuasa, walaupun itu hanya sebutir kurma.
Dan sebagian ulama berkata bahwa yang diinginkan di sini adalah memberikan makanan pembuka yang mengenyangkan, karena inilah perkara yang memberikan manfaat bagi orang yang berpuasa sepanjang malam, dan terkadang cukup baginya sampai sahur.
Akan tetapi yang zhahir dari hadits ini adalah manusia apabila memberikan makanan berbuka bagi orang yang berpuasa walau dengan sebutir kurma, maka dia akan mendapatkan pahala semisal pahala orang yang berpuasa tersebut.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi manusia untuk bersemangat memberikan makanan berbuka bagi orang-orang yang berpuasa dengan kadar semampunya, terlebih lagi bersamaan dengan butuh dan fakirnya orang yang berpuasa tersebut, atau butuhnya mereka karena mereka tidak menemukan orang yang menyediakan makanan berbuka bagi mereka, atau keadaan lain yang menyerupai ini.(*)
Wassalam
Keutamaan Memberi Makanan Berbuka kepada Orang-orang yang Berpuasa
Sabtu, 30 April 2011
Label: Puasa
Hadits berkaitan dengan Kiamat dan Hisab
3. Belum terjadi kiamat sehingga orang-orang dari umatku kembali menyembah berhala-berhala selain Allah. (HR. Abu Dawud)
4. Belum terjadi kiamat sebelum seorang yang melewati kuburan berkata, "Alangkah baiknya sekiranya aku di tempat orang ini." (Maksudnya, dia ingin mati dan tidak ingin hidup karena beban berat yang selalu dihadapinya). (HR Bukhari)
5. Belum akan terjadi kiamat sehingga anak selalu menjengkelkan kedua orang tuanya, banjir di musim kemarau, kaum penjahat melimpah, orang-orang terhormat (mulia) menjadi langka, anak-anak muda berani menentang orang tua serta orang jahat dan hina berani melawan yang terhormat dan mulia. (HR. Asysyihaab).
6. Belum akan kiamat sehingga tidak ada lagi di muka bumi orang yang menyebut : "Allah, Allah." (HR. Muslim)
8. Belum akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba membangun dan memperindah masjid-masjid. (HR. Abu Dawud)
10. Belum akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba dengan bangunan-bangunan yang megah. (HR. Bukhari)
12. Belum akan tiba kiamat melainkan matahari akan terbit dari Barat. Jika terbit dari Barat maka seluruh umat manusia akan beriman. Pada saat itu tidak bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Penjelasan:
Artinya : Saat kiamat tiba, tidak ada lagi orang yang beriman. Jadi yang ditimpa azab kiamat ialah orang-orang yang jahat.
Jika kiamat tiba maka rotasi bumi makin cepat. Kalau rotasi sekarang 1000 mil per jam, maka dapat diperkirakan pada hari kiamat tujuh kali atau dua belas kali bahkan lebih.
16. Demi yang jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya. Tiada tiba kiamat melainkan telah merata dan merajalela dengan terang-terangan segala perbuatan mesum dan keji, pemutusan hubungan kekeluargaan, beretika (berakhlak) buruk dengan tetangga, orang yang jujur (amanat) dituduh berkhianat, dan orang yang khianat diberi amanat (dipercaya). (HR. Al Hakim)
18. Orang-orang ahli (Laailaaha illallah) tidak akan mengalami kesepian tatkala wafat, saat di kuburan dan ketika dibangkitkan. Seolah-olah aku melihat mereka ketika dibangkitkan (pada tiupan sangkakala yang kedua). Mereka sedang menyingkirkan tanah (pasir) dari kepala mereka seraya berkata, "Alhamdulillah, yang telah menghilangkan duka-cita dari kami." (HR. Abu Ya'la)
19. Kamu akan dibangkitkan pada hari kiamat tanpa sandal, telanjang bulat dan tidak dikhitan. Aisyah bertanya, "Ya Rasulullah, laki-laki dan perempuan saling melihat (aurat) yang lain?" Nabi Saw menjawab, "Pada saat itu segala urusan sangat dahsyat sehingga orang tidak memperhatikan (mengindahkan) hal itu." (Mutafaq'alaih)
22. Amal seseorang tidak dapat menyelamatkannya. Seorang sahabat lantas bertanya tentang sabda tersebut, "Termasuk engkau juga, ya Rasulullah?" Rasulullah lalu menjawab, "Ya, aku juga, kecuali dikarunia Allah dengan rahmat-Nya. Walaupun demikian kamu harus berbuat yang benar (baik)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Label: Kiamat
CintailahOrangMiskin
Label: Ukuwah Islamiyah
Usai Ramadhan dan Puasa Syawal
Label: Ramadhan
Saling Memaafkan
Sesungguhnya, bermaaf-maafan sebaiknya tidak hanya dilakukan menjelang bulan Ramadhan maupun ketika Idul Fitri saja. Saling memaafkan dapat dilakukan kapan saja, terutama bagi kedua belah pihak yang sedang bermusuhan. Mungkin rasa gengsi yang besar masih menyelimuti seseorang untuk meminta maaf ataupun memaafkan. Padahal, memaafkan lebih mulia daripada meminta maaf.
Bila Allah SWT mampu memaafkan hambanya yang berbuat salah dan dosa, mengapa manusia tidak? Saling memaafkan yang diharapkan yaitu memaafkan secara lahir dan batin. Dalam Al Qur’an, memaafkan secara lahir disebut dengan al-‘Afwu. Sedangkan memaafkan secara batin diistilahkan oleh Al Qur’an dengan ash-Shafhu. Secara umum, makna al-‘Afwu dan ash-Shafhu itu berdekatan. Akan tetapi, sebenarnya as-Shafhu itu lebih tinggi daripada al-‘Afwu.
Ash-Shafhu adalah memaafkan kesalahan secara total, seakan-akan tidak pernah ada. Hal ini dapat diartikan dengan memberi maaf dengan ikhlas tanpa mencela orang yang memintanya. Sedangkan al-‘Afwu adalah tidak mencela orang yang berbuat salah secara lahiriah saja. Oleh karena itu Allah SWT berfirman dalam surat Al Hijr ayat 85, “Maka maafkanlah mereka dengan cara yang baik.”
Saling memaafkan dapat menghilangkan rasa dengki dan prasangka. Meski memberi maaf bukanlah hal yang mudah bila seseorang itu telah dizalimi. Oleh karena itu, pentingnya seorang muslim untuk bertawadhu’ agar dapat menahan emosi dan mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidaklah seseorang itu bertawadhu’ karena Allah, kecuali akan Allah tinggikan derajatnya.” (HR. Muslim). Selain itu, dalam riwayat Ahmad, Nabi bersabda, “Tidak ada seorangpun yang didzalimi, lalu dia memaafkannya karena Allah, kecuali Allah akan menolong dan memuliakannya.”
Memaafkan adalah sebuah pintu kelapangan. Memaafkan adalah simbol orang saleh, yang tidak menuntut haknya serta menghapuskan dendam dengan memaafkan kesalahan orang lain. Untuk itu, marilah kita meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT dengan saling memaafkan, dan dengan hati yang bersih tetap menjaga persaudaraan dan tali silaturahmi terhadap sesama.
Label: Maaf
DOA ORANG TERANIAYA
Di tengah jalan, ia bertemu dengan kelompok orang dengan seorang raja yang hendak berburu. Raja heran dan takjub luar biasa begitu melihat ikan besar yang dibawa pemburu itu. Lalu, ia menyuruh pengawal untuk merampas ikan itu dari sang pemburu.
Tanpa susah payah, raja itupun mendapatkan ikan itu. dengan gembira, ia langsung pulang. Ketika sampai di istana, ia mengeluarkan dan membolak-balik ikan itu sambil tertawa ria. tiba-tiba ikan itu mengigit jarinya. akibatnya, badan sang raja panas dingin, sehingga malam itu sang raja tidak bisa tidur.
dengan rasa cemas, raja itupun memerintahkan agar seluruh dokter dihadirkan untuk mengobati sakitnya. semua dokter menyarankan agar jarinya itu dipotong untuk menghindari tersebarnya racun ke anggota badan lain. Raja pun menyetujui nasihat mereka. Namun setelah jarinya dipotong, ia tetap tidak dapat istirahat karena ternyata racun itu telah menyebar ke bagian tubuh lainnya,
Para dokter pun menyarankan agar pergelangan tangan raja dipotong dan raja pun menyetujuinya. Namun setelah pergelangan tangannya dipotong, tetap saja raja tidak dapat memejamkan matanya, bahkan rasa sakitnya makin bertambah. ia berteriak dan meringis dengan keras karena racun itu telah merasuk dan menyebar ke anggota tubuh lainnya.
Seluruh dokter akhirnya menyarankan agar tangan hingga siku raja dipotong. raja pun menyetujuinya. Setelah tangan hingga sikunya dipotong, sakit jasmaninya kini telah hilang, tetapi diri dan jiwanya tetap belum tenang. Semua dokter akhirnya menyarankan agar raja dibawa ke seorang dokter jiwa (ahli hikmah).
Dibawalah sang raja menemui seorang dokter jiwa. dan diceritakan seluruh kejadian seputar ikan yang ia rampas dari pemburu itu. Mendengar hal itu, ahli hikmah berkata, "Jiwa Tuan tetap tidak akan tenang selamanya sampai pemburu itu memaafkan dosa dan kesalahan yang telah Tuan perbuat."
Kemudian raja itupun mencari pemburu itu.setelah didapatkan, raja menceritakan kejadian yang dialaminya. dan ia memohon agar si pemburu itu memaafkan semua kesalahannya. Si pemburu pun memaafkannya sambil berjabat tangan.
Sang raja penasaran ingin mengetahui apa yang dikatakan si pemburu ketika raja merampas ikannya. "Wahai pemburu apa yang kau katakan ketika aku merampas ikanmu itu?" tanya sang raja.
"Aku hanya mengatakan 'ya Allah sesungguhnya dia telah menampakkan kekuatannya kepadaku, perlihatkanlah kekuatan-Mu kepadanya!" jawab pemburu itu. Sungguh, doa orang teraniaya sangat mustajab, maka berhati-hatilah dalam bertindak. Wallahu 'alam bi shawab.
Label: Do'A
Berdoa untuk Orang Tua
Perindahlah ucapanku di depan mereka.
Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
Lembutkanlah hatiku untuk mereka.
Ya Allah, berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya
atas didikan mereka padaku dan Pahala yang besar
atas kesayangan yang Mereka limpahkan padaku,
Peliharalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku
Label: Do'A
MALAM PERTAMA ORANG BERIMAN DI DALAM KUBUR
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri kepadanya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit tidak tidak pula mereka masuk surga, hingga unta masuk lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan”.
Label: Neraka
Delapan penyebab Doa kita belum dikabulkan oleh Allah
Label: Do'A
Kisah Rasulullah dengan gadis kecil yatim
Label: Hikmah
MENZALIMI ORANG LAIN
Label: Ukuwah Islamiyah
KAMBING “KEMATIAN” DISEMBELIH DIANTARA SURGA DAN NERAKA
Label: Hikmah
MAYORITAS PENGHUNI NERAKA ADALAH WANITA.
Label: Neraka
Mengutamakan Memberi Bantuan
Imam Bukhari dan Muslim meriwa-yatkan bahwa suatu ketika ada seseorang datang kepada Nabi SAW dan berkata: “Sesungguhnya saya sangat lapar!” Lalu, beliau membawa orang tersebut ke salah satu istrinya, dan istrinya berkata: “Demi Dzat yang mengutus tuan dengan kebenaran, saya tidak mempunyai sesuatu apapun kecuali air.”
Kemudian beliau membawa orang tersebut ke istrinya yang lain, dan istrinya itu pun berkata seperti apa yang dikatakan oleh istri pertama tadi. Hal ini dilakukan beliau pada semua istrinya, namun semuanya menjawab: “Tidak, demi Dzat yang mengutus tuan dengan kebenaran, saya tidak mempunyai sesuatu apa pun kecuali air.”
Setelah itu, beliau bersabda kepada para sahabatnya: “Siapa yang sanggup menjamu tamu pada malam ini ?” Ada salah seorang sahabat dari kalangan Anshar berkata: “Saya, wahai Rasulullah !” Kemu-dian orang itu pergi bersama sahabat tadi. Sesampainya di rumah, sahabat itu berkata kepada istrinya: ”Muliakanlah tamu Rasulullah!” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa sahabat tadi bertanya kepada istrinya: “Apakah kamu mempu-nyai makanan ?” Istrinya menjawab: ”Tidak, kecuali makanan untuk anak-anak.”
Sahabat itu berkata: ”Hiburlah mereka dengan sesuatu, dan bila mereka ingin makan maka tidurkanlah mereka. Bila tamu kita nanti masuk maka padam-kanlah lampu itu dan perlihatkanlah bahwa seakan-akan kita ikut makan.” Kemudian mereka duduk bersama dan tamu itu makan tetapi sahabat beserta istrinya bermalam dalam keadaan lapar. Pada pagi harinya, mereka bertemu dengan Nabi SAW, seraya Rasulullah SAW bersabda: “Allah telah kagum pada perbuatan kalian di dalam menjamu tamu semalam.”
Peristiwa di atas menggambarkan perilaku Rasulullah SAW (pada saat itu sebagai kepala negara) yang berupaya sekuat tenaga untuk memberikan bantuan kepada orang yang lapar. Tidak hanya sebatas ini, Nabi SAW meme-rintahkan kepada umatnya untuk mengutamakan memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan.
Didikan Rasulullah SAW ini tampak jelas pada diri sahabat tadi, dia lebih mengutamakan orang lain yang lebih lapar dan lebih membutuhkan daripada dirinya. Padahal, keadaan ekonomi sahabat nabi tersebut sangat minim. Luar biasa, dalam keadaan sama-sama miskin saja begini, dapat dibayangkan bagai-mana andaikan status ekonomi dia menengah apalagi kaya raya.
Bahkan di dalam Alquran dising-gung betapa sahabat-sahabat Anshar mengutamakan kawan-kawannya dari kalangan muhajirin walaupun merekapun berada dalam kesusahan. Karakter seperti ini bukan hanya melekat pada satu-dua orang saja melainkan tertanam dalam diri para sahabat Nabi SAW.
Dalam menggambarkan hal ini Rasulullah SAW menyatakan: “Sesungguh-nya orang-orang Asy'ary bila persediaan mereka dalam peperangan hampir habis atau makanan bagi keluarga mereka di Madinah itu tinggal sedikit maka mereka mengumpulkan sisa-sisa yang ada pada mereka pada satu kain kemudian mereka membagi-baginya dengan sama rata pada satu bejana. Mereka adalah termasuk golonganku dan aku termasuk golongan mereka” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kadangkala, ada orang yang bila memberikan sebagian hartanya kepada orang lain yang betul-betul membutuh-kannya merasa seakan dirinya takut kekurangan tanpa menyadari bahwa di dalam hartanya itu terdapat hak si miskin, seperti kata Nabi. Sikap demikian ditentang oleh Rasulullah SAW. Beliau menegaskan hal ini: “Makanan dua orang itu cukup bagi tiga orang, dan makanan tiga orang itu cukup bagi empat orang.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Muslim dari Jabir ra disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Makanan seorang itu cukup bagi dua orang, makanan dua orang itu cukup bagi empat orang, dan makanan empat orang itu cukup bagi delapan orang.”
Dalam kacamata logika manusia, boleh jadi barang-barang kebutuhan pokok yang diberikan kepada orang lain dianggap mengurangi jatah bagi pemenuhan kebutuhannya. Namun, pandangan Rasulullah SAW tidaklah demikian. Dalam menanggapi ungkapan beberapa sahabat yang menyatakan bahwa mereka makan tetapi tidak merasa kenyang, beliau mengungkapkan: “Mung-kin kalian makan sendiri-sendiri.” Sahabat menjawab: “Benar!” Beliau bersabda: “Maka berkumpullah kamu kalau makan, dan sebutlah nama Allah Ta'ala niscaya kamu sekalian mendapatkan barakah di dalam makananmu itu.” (HR. Abu Daud). Tampaklah, harta yang dimakan sendiri tanpa mempedulikan orang lain yang sangat membutuhkannya boleh jadi tidak berkah. Na'udzubillahi min dzalik.
Kini, sudahkah sikap indah tadi kita miliki sebagai umat Muhammad SAW? Tengoklah, pengemis makin menjamur, tuna wisma kian bertambah, pada sisi lain penggusuran pun tidak berhenti. Seba-gian orang hidup berlebihan, sementara banyak orang lain yang kesusahan. Padahal, kita akan ditanya oleh Allah SWT apakah kita membantu mereka. Ulurkan-lah tangan untuk memberi bantuan. Belumkah tiba saatnya kita menjadi orang-orang yang mengutamakan memberi bantuan?
Wassalam
Label: Ukuwah Islamiyah
Mengenal Mani, Wadi dan Madzi
Mani adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan, biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat. Mani dapat keluar dalam keadaan sadar (seperti karena berhubungan suami-istri) ataupun dalam keadaan tidur (biasa dikenal dengan sebutan “mimpi basah”). Keluarnya mani menyebabkan seseorang harus mandi besar / mandi junub. Apabila pakaian seseorang terkena air mani, maka disunnahkan untuk mencuci pakaian tersebut jika air maninya masih dalam keadaan basah. Adapun apabila air mani telah mengering, maka cukup dengan mengeriknya saja. Hal ini berdasarkan perkataan Aisyah, beliau berkata “Saya pernah mengerik mani yang sudah kering yang menempel pada pakaian Rasulullah dengan kuku saya.” (HR. Muslim)
Wadi
Wadi adalah air putih kental yang keluar dari kemaluan seseorang setelah kencing. Keluarnya air wadi dapat membatalkan wudhu. Wadi termasuk hal yang najis. Cara membersihkan wadi adalah dengan mencuci kemaluan, kemudian berwudhu jika hendak sholat. Apabila wadi terkena badan, maka cara membersihkannya adalah dengan dicuci.
Madzi
Madzi adalah air yang keluar dari kemaluan, air ini bening dan lengket. Keluarnya air ini disebabkan syahwat yang muncul ketika seseorang memikirkan atau membayangkan jima’ (hubungan seksual) atau ketika pasangan suami istri bercumbu rayu (biasa diistilahkan dengan foreplay/pemanasan). Air madzi keluar dengan tidak memancar. Keluarnya air ini tidak menyebabkan seseorang menjadi lemas (tidak seperti keluarnya air mani, yang pada umumnya menyebabkan tubuh lemas) dan terkadang air ini keluar tanpa disadari (tidak terasa). Air madzi dapat terjadi pada laki-laki dan wanita, meskipun pada umumnya lebih banyak terjadi pada wanita. Sebagaimana air wadi, hukum air madzi adalah najis. Apabila air madzi terkena pada tubuh, maka wajib mencuci tubuh yang terkena air madzi, adapun apabila air ini terkena pakaian, maka cukup dengan memercikkan air ke bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah terhadap seseorang yang pakaiannya terkena madzi, “cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, kemudian engkau percikkan bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad hasan). Keluarnya air madzi membatalkan wudhu. Apabila air madzi keluar dari kemaluan seseorang, maka ia wajib mencuci kemaluannya dan berwudhu apabila hendak sholat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Cucilah kemaluannya, kemudian berwudhulah.” (HR. Bukhari Muslim)
Demikian yang dapat kami sampaikan dalam pembahasan kali ini. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Terakhir, kami tutup dengan firman Allah yang artinya, “Allah tidaklah malu dalam menjelaskan hal yang benar.” (QS. Al Ahzab: 53)
Label: Mengenal Mani, Wadi dan Madzi
TITIPAN ALLAH
Label: TITIPAN ALLAH
Bekal Dua Orang Musafir
Label: Hikmah